Monday, July 30, 2018

Sepeda Onthel Kekinian


ONKI STYLE
Onta Kekinian


-Pertengahan Februari 2018-

Si Onki sedang berteduh di tempat yang empuk eyuuup...

____Sepeda onta ini dulunya milik Simbahnya istri.
____Ceritanya pas sowan lebaran 2016 di rumah Simbah di Moyudan, kulihat sepeda model dames seperti ini ada 2 buah, kedua-duanya dalam kondisi tidak sehat, teronggok merana karena (sangat) lama tidak dipakai. Kotor pasti.. ban bocor semua (karena pecah-pecah, gembos dalam waktu lama), permukaan cat dijangkiti karat nan lebat.
____Iseng kuperiksa komponen pendukung operasionalnya... lengkap. Artinya sepeda ini bisa dipakai tanpa harus mengalami major repair.
____Dan ternyata sepeda yang satu hub belakangnya model coaster brake (istilah umumnya torpedo) merek “favourite”. Sesuai seleraku yang menganut paham sepeda wireless alias tanpa kabel atau minim kabel, atau nggak suka terlilit kabel, apalagi utang..
____“Eh... sepeda model dames ya”.
____“Waaah... cocok nih kalo buat ke masjid”, pikirku. Karena kalo ke masjid kan seringnya pakai sarung, jadi sepeda model gini emang pas, nggak ribet.
____Selang beberapa lama (mungkin satu bulan berikutnya), Lik Yanto (adiknya ibu mertua, putranya Simbah pemilik sepeda) yang tinggal satu komplek dengan Simbah mampir ke rumahku. Ingatanku ke sepedanya Simbah muncul..
____“Lik, pit jowone Simbah nika asring diagem mboten to? (Om, sepeda kumbangnya Simbah itu sering dipakai nggak to?). Ini pertanyaan nggak mutu. Sudah tau nggak pernah dipake..  eeee.. masih tanya juga..
____“Aa.. ora tau dienggo, kana pek en wae..”, jawab Lik Yanto. Sebuah jawaban yang sangat indah dan menghanyutkan, sekaligus menimbulkan harapan.. haiyyaaaa..
____Singkat cerita aku dan istri lalu nembung ke Simbah Kakung owner para onta, dan Simbahpun dengan penuh semangat memberikan sepedanya buatku. Bahkan Mbah Putri ikut ngendika,
____“gowonen kabeh wae po kono, nang kene yo ming bobrok nganggur jee..”.
____Mbah Kakung menimpali, “ho o kono..”
____“walaah mboten Mbah, setunggal mawon mboten telas niki..”
...dan Si Onta pun kubawa pulang ke Godean, sambil seakan diiringi  theme song-nya The Magnificent Seven. Bedanya, mereka naik kuda di Amrik sono sedangkan di sini naik onta, Si Onta paringanipun Simbah.

* * *

Nyaman sesuai harapan

north road handlebar
            
____Si Onta yang harus segera berdinas pun masuk ruang terapi.
____Ban depan belakang (harus) ganti baru. Karena memang sudah nggak bisa dipakai. Pengennya cari yang model white wall, tapi nggak ada. “Sedang langka Mas”, kata penjual ban. Akhirnya pakai yang warna hitam biasa. Tadinya ditawari yang warna kuning, yellow wall, tapi kok nggak sreg...
____Setang dipilih model north road handlebar atau moustache yang lazim terpasang di sepeda jengki. Alasannya sederhana, nyaman, tetap enak dilihat, dan yang terpenting tinggal ambil, lha wong selama ini sudah terpasang di fixie yang lama nginep di gudang.
____Komponen yang dirasa tidak perlu dipensiunkeun semua. Perangkat rem, lampu berikut dinamo, dan tak lupa bagasi. Ini sesuai dengan seleraku sebagai penggemar sepeda simple bin trondol.
____Lalu sepeda dibersihkan. Dilumasi.
____Lalu dicoba.
____Kayuhannya ringan. Mungkin karena rantai dan as-as nya sudah terlumasi kembali.
____Rem torpedonya masih pakem, jan mak sreett..
____Setang moustache-nya memberikan posisi punggung yang sangat ideal. Posisi tangan pun sangat natural, serasa tidak bekerja,  angler...
____Sadel...? sesuai penilaian masyarakat umum, puinuuuk... nyuuamaaan... Yang pasti lebih nyaman dibanding sadel yang biasa terpasang di MTB atau sepeda keluaran baru lainnya. Khusus mengenai sadel ini, bahkan seorang pawang sepeda yang sudah sepuh (masih saudara juga, Pak Dhe), naksir kulit sadelnya. Bagus katanya.
____Secara umum sepeda ini memang nyaman bingits...

***

Mawas diri

____Pagi itu sang onta akan menjalani tugas nan penting. Beli bubur khusus untuk Ndoro Putri yang lagi lucu-lucunya.
____Rute dipastikan ngidul sejauh 2 km. Ke Pasar Menulis. Ternyata The Bubur Seller ora dodol...
____Immediate alter heading ngalor, direct to Godean Market. Menjelang tanjakan Tegalsari ambil ancang-ancang. Aku fokus di pedal. Kucoba mempraktekkan teori ngonthel yang kubaca di internet. Anda tahu tanjakan Tegalsari itu seperti apa? Beeuuwwwh... Tapi akhirnya lulus juga uji tanjakan itu dengan predikat cumlaude. Ngaruh juga teori itu walaupun nafas ngos-ngosan akibat lama nggak ngonthel itu tadi. Sepanjang jalan ke Godean sesekali kujumpai rombongan pesepeda. Rata-rata pakai MTB keluaran baru, lengkap dengan aksesoris selayaknya goweser masa kini. Satu yang paling bikin kemrungsung adalah bahwa mereka, dengan MTB-nya, memang kompeten untuk melalui berbagai kontur jalan. Sepeda mereka dilengkapi derailleur. Variasi kecepatan mereka mumpuni untuk melahap tanjakan, berakselerasi selepas lampu merah, atau ngebut di trek lurus nan mulus. Semua bisa diatur.
____Lha trus seandainya, ini seandainya... si Onta paringanipun Simbah ini suatu saat mau ikut pit-pitan bareng-bareng dengan sepeda lainnya yang ber-derailleur? Rak malah ming tobat le ngoyak kancane. Susah ngimbangi sepeda lainnya. Di jalan lurus? Teman lainnya bablasss duluan... belum di tanjakan, wadeewww...
____Cerita lulus tanjakan tadi kan cuma di Tegalsari. Tanjakan ringan dan cuma sendirian pula, tidak harus menjaga kebersamaan dengan pengonthel lainnya. (Untuk pertanyaan “Anda tahu tanjakan Tegalsari itu seperti apa?”, jawabannya adalah “ringan”).
____Si Onta, veteran medan laga masa silam, sepertinya harus masuk training camp untuk dapat kembali beraksi di zaman now.

***

Fungsi adalah keharusan, style adalah kewajiban

____Sepeda bagi pemiliknya memiliki banyak kemiripan aspek dengan pakaian. Harus memberikan manfaat baik fisik maupun psikis, materiil dan non materiil, jiwa dan raga, hitam dan putih (yang warna hitam kalau dicat putih ya jadi putih, begitupun sebaliknya), lahir dan batin, dan sebagainya dan sebagainya.
____Pun demikian dengan Si Onta ini. Secara fungsi harus memberikan kesejahteraan (baca : kenyamanan) yang luar biasa saat dikendarai. Bukan kesejahteraan semu yang sering didengung-dengungkan oknum jurkam. Bukan pula kenyamanan imajinatif, yaitu ngakunya nyaman padahal cuma karena sepedanya baru dan muahaal, sedangkan batin tertekan, bokong ngilu plus pundak serasa mau runtuh. Belum lagi urusan style sepeda untuk pemenuhan kebutuhan jiwa. Untuk yang satu ini susah diterangkan, yang jelas, komponen yang boleh ada di sepeda hanyalah yang penting-penting saja. Yang kurang penting diharap minggir. Pokokmen gitu lah..anda tau sendiri.
____Si Onta pun pasang kuda-kuda, si kuda pasang onta-onta..

***

Mulai dari yang dirasa paling mendesak : transmisi


https://en.wikipedia.org/wiki/Derailleur_gears

Sesuai kata-kata bijak “apalah artinya sepeda onthel tanpa mengonthel”, maka urusan onthel-mengonthel menjadi jiwa sepeda onthel. Karena tanpa diontheli maka sepeda onthel tidak akan terontheli. Serasa mati. Tanpa jiwa. Rusak. Terkonthel-konthel di gudang. Pengonthelnya pun jadi malas beronthel-onthel lagi. Bagaikan lingkaran setan memang urusan pengonthelan ini.

____OK.. mari kita sudahi omongan peronthelan ini dan kembali ke pokok bahasan.
Transmisi menjadi titik awal perombakan.
Selancar sana selancar sini di samudera kawruhnya Mbah Gugel.
____Derailleur? Mengganggu penampilan, karena akan ada banyak kabel. Apalagi kabel si derailleur ini pasti minta teman yaitu kabel rem, di samping si derailleur itu sendiri juga membuat penampilan sepeda jadi kurang simple. Urusan rem dicari model coaster brake, yang mekanismenya tanpa kabel. Setelah belajar sama Pak Dhe Sheldon Brown (di internet) akhirnya terpilihlah Shimano Nexus 7 speed internal gear with coaster brake hub (panjang amat namanya, aku sendiri ampe bingung...). Jadi nanti di sepeda ini hanya akan ada 1 utas kabel saja yaitu kabel shifter.
____Dengan “ditemukannya” si nama panjang tadi (Shimano Nexus 7 speed internal gear with coaster brake hub) masalah fungsi dan kenyamanan sepeda teratasi 95 persen. Yang 5 persennya lainnya, yaitu reparasi ulang dan make up tinggal diserahkan pada achlinya masing-masing.
Kabel shifter menyelinap masuk di downtube
____Menganut istilah kekinian, maka Si Onta ini diarahkan untuk bisa tampil bak artis zaman now tapi masih menyisakan unsur senioritas (baca : tua). Dalam hal ini warna memegang peranan penting. Kembali liat-liat di galeri Mbah Gugel, didapatlah kombinasi warna fender motor antik lalu kususun komposisi hitam dan abu-abu (titanium) metalik dengan lis di antara keduanya berwarna emas. Untuk karya mewarnai ini eksekutornya adalah Mas Plenthis si jago ngecat. Di bengkel cat ini sekalian mengerjakan modifikasi kettingkast, yaitu dari yang tadinya model full dibelah menjadi setengahnya saja. Juga membuat lobang pada downtube dan chainstay agar sebagian kabel shifter dapat menyelinap di dalam rangka.

Kabel shifter keluar dari chainstay
____Kelar urusan warna Si Onta beranjak ke tahap perakitan. Pekerjaan ini dipercayakan ke bengkel sepeda Mayasari. Bengkel ini juga sudah menjadi mbat-mbatan urusan sepeda onthel paling tidak sejak tahun 1993 silam. Kala itu Si Ontopos yang pengen ganti jeruji roda depan. Selain onderdil komplet, Mas dan Mbak owner bengkel ini enak diajak konsultasi seputar kesehatan sepeda. Terutama unsur kenyamanan ini yang membuatku memilih untuk memasang si nama panjang di bengkel ini. Menurut dugaanku, masih jarang bengkel sepeda di sekitar Godean yang pernah menangani model hub seperti itu. Jadi seandainya nanti ada kesulitan maka dengan komunikasi yang baik masalah dapat terpecahkan. 

***

Sudut pandang baru

____Sore itu sepulang kerja, selepas ashar, rencananya adalah membawa pulang Si Onta. Sedikit mengobrol dengan Mas Bengkel mereview perakitan Si Onta, ditarik kesimpulan akhir bahwa Si Onta siap bertugas. Selama proses assembly tidak ada kendala berarti. Semula kupikir akan ada masalah pada tab washers atau kita sebut saja ring anti putar yang berguna untuk mengunci as roda agar tidak berputar. Ring tersebut dirancang dengan sudut-sudut tertentu sebagai pilihan yang disesuaikan dengan model dropout atau celah as roda pada rangka sepeda yang umumnya miring, bukan mendatar seperti pada rangka Si Onta. Tapi ternyata pada hal ini tidak ada masalah. Mas Bengkel bilangnya oke oke saja.., dan ternyata memang oke. Pengujian semua posisi gear tidak ada masalah. Indikator posisi gear berada tepat di angkanya masing-masing. Rem coaster brake nya bekerja selayaknya rem torpedo pada umumnya. Memang mahir Mas Bengkel ini.
____Sampai di rumah kuperhatikan lagi kondisi Si Onta. Tidak ada masalah. Satu-satunya hal yang kurasa belum pas adalah masalah penampilan. Apalagi kalo bukan kabel. Kali ini adalah bentuk lengkungan kabel di depan setang yang terlihat piyeee gitu. Terlalu mblendhuk. Kurang matching. Kurang luwes. Tapi itu nanti saja. Dibenahi sambil jalan. Sekarang yang penting Si Onta ini sudah sesuai gambar rancangan semula. Sudah lebih pede untuk ikut (ikutan) bersepeda ria bersama teman-teman. Lebih pede untuk melibas tanjakan Tegalsari yang sempat membuat gentar pembaca tulisan ini xi..xi..xi..
____Kinerja si nama panjang cukup memuaskan. Kesan pertama saat mencoba seperti mendapat kejutan. Bisa-bisanya Si Onta rasa genjotannya seperti itu. Boleh dibilang overall range girnya komplit, dan efisiensi dari hub tersebut - untuk sebuah sepeda tua dan aktivitas non ekstrim – tidaklah terlalu buruk dibandingkan model derailleur. Mekanisme pemindah gigi terlihat cukup terlindung dimana hub ini menggunakan semacam ring pemutar yang ditarik kabel shifter dan berada di sisi dalam rangka sepeda. Dengan sistem seperti ini maka tidak ada bagian yang menonjol di sisi luar rangka sepeda seperti yang umum terdapat pada sistem derailleur atau bahkan hub dengan gir internal model lainnya.   
____Sekarang tiap kali Si Onta bertugas mengantarku kesana kemari, yang terasa adalah bahwa dengan menggunakan sepeda ini hadir sudut pandang baru terhadap dunia pengonthelan. Gaya Si Onta ini kuanggap sebagai alternatif bagi mereka yang mempunyai pemikiran sama, yaitu bersepeda dengan nyaman namun dengan effort yang tidak terlalu ontaism. Tidak terlalu ngoyo. Bahwa bersepeda di masa sekarang ini masih bisa dilakukan dengan kenyamanan sepeda tempo doeloe namun dengan rasa genjotan zaman now, era kekinian. Sehingga wajar pula jika kusebut penampilan Si Onta tua ini sebagai gaya Onta Kekinian, Onki Style.

***

Comments

“Wah kok bagus ini sepedanya Mas, klo ada yang minat trus gimana?” (padune dia itu sendiri yang minat, padahal sepertinya cuma suka dengan kombinasi warna cat nya)
“Sepedanya antik Mas” (mungkin maksudnya “tua”)
“Hub kaya’ gitu harga berapaan?” (nggak nanya performa sepeda, tapi nanya harga si nama panjang)
Iki ki pit sing endi e?” (ekspresi wajah bengong, pangling dengan penampilan sepeda)
Pit ming angel le ngerem wee” (ini kata anakku wedok, cuma alasan dia aja supaya nggak disuruh sekolah dengan sepeda onthel)
Pit opo kuwi?” (malah tanya merek sepeda)
Kok gedhe banget?” (sambil nunjuk ke arah si nama panjang)
“Nggak bikin pegel.. (ini kata istriku, sangat obyektif, sesuai keadaan sebenarnya)
“?!$@#&%^<x*?????” (ekspresi wajah beberapa orang sambil meringkas jarak kedua alis)
“?????” (ini mungkin komentar Simbah seandainya beliau melihat sepedanya dulu. Tapi sampai kubuat tulisan ini Si Onki belum pernah kutunjukkan ke Simbah)

Maturnuwun

***