Thursday, January 24, 2019

CARA SETTING (ZEROING) TELESKOP SENAPAN TANPA PELURU

..ternyata ada cara yang praktis dan logis untuk setting teleskop senapan..

FYI : tengah dan paling bawah bukanlah yang terbaik, hanya tidak ada duanya saja...

MAJUUUU... JALAN...

_____Anda para jretter pasti paham bahwa ketika anda menembakkan peluru dengan sebuah senapan, tentu yang diharapkan adalah peluru tersebut melesat tepat pada Garis Imajiner Perpanjangan As Laras Senjata (GIPALS). Itulah prinsipnya. Masalah bahwa nanti peluru tersebut berbelok adalah konsekuensi logis dari kondisi yang mempengaruhi gerak peluru. Kondisi yang berpengaruh tersebut misalnya gravitasi yang menyebabkan lintasan peluru melengkung makin lama makin ke bawah. Atau adanya hembusan angin yang menyebabkan lintasan peluru berbelok kanan atau kiri, bahkan ke atas. Mungkin pula dari jenis peluru senapan angin itu sendiri, atau ada cacat yang membuatnya jungkir balik, atau bahkan ada masalah pada laras senapan, yang sangat mungkin akan menyebabkan tembakan yang tidak akurat seperti yang diharapkan.
_____Dari situasi tersebut kita dapat kenali adanya tiga faktor utama yang mempengaruhi akurasi penembakan. Yang pertama adalah faktor alat dan bahan, yaitu senapan dan peluru. Hal ini dapat berupa kondisi laras atau kualitas peluru. Faktor kedua adalah lingkungan, misalnya hembusan angin, tekanan udara dan kelembaban. Dan faktor ketiga adalah manusia atau si penembak.

Garis warna merah pada gambar di atas adalah gambaran garis imajiner perpanjangan as laras senjata dilihat dari samping

_____Karena pokok bahasan kita kali ini adalah tentang zeroing teleskop senapan, berarti kita berbicara masalah faktor alat penembakan sehingga faktor lingkungan dan faktor manusia dapat kita abaikan. Cara zeroing teleskop tanpa peluru yang akan saya sampaikan berikut benar-benar hanya menampilkan kemampuan faktor alat tanpa dipengaruhi oleh kedua faktor lainnya. Keuntungan dari cara ini adalah hasil dari zeroing akan sangat obyektif menampilkan ketepatan teleskop terhadap GIPALS. Cara ini juga dapat dilakukan oleh siapa saja tanpa harus mahir menembak. Bahkan, pada saat angin kencang sekalipun cara ini dapat dilakukan. Namun bukan tanpa kelemahan, cara zeroing ini memang mudahnya hanya diterapkan pada senapan dengan bolt model grendel seperti pada senapan Benjamin Franklin, Benjamin Sheridan, atau bolt model tekan pada senapan model Sharp, dimana kita dapat melepas bolt, dan dapat melihat target melalui GIPALS. Silahkan perhatikan model bolt pada senapan anda.
Bolt grendel, biasa digunakan pada sistem pelepasan angin knock open valve. Contoh senapan model Benjamin Franklin atau Benjamin Sheridan



Bolt tekan, biasa digunakan pada sistem pelepasan angin dumping. Contoh senapan model Sharp

Adapun langkah-langkah zeroing teleskop tanpa peluru adalah sebagai berikut :

1. Siapkan teleskop

Bila dirasa perlu, atur knob windage dan elevation pada tengah putaran. Caranya, buka penutup knob (bila ada) lalu putar knob ke kiri hingga mentok, lalu perlahan-lahan putar ke kanan sambil dihitung jumlah “klik” nya. Saat knob mentok di kanan anda mendapatkan jumlah total klik, bagi dua jumlah total klik tersebut. Lalu putar kembali knob ke kiri sejumlah hasil pembagian tadi. Pasang kembali penutup knob. Lanjutkan dengan memasang mounting teleskop.

2. Tentukan lokasi senapan

Pilih lokasi untuk meletakkan senapan dimana nanti senapan dapat diposisikan dengan erat dan tidak mudah bergeser tanpa anda pegang. Misalnya dengan mengikatnya pada tiang teras rumah.

3. Lepas bolt senapan

Untuk bolt model grendel anda cukup melepas sekrup penahan yang saat bolt tertutup biasanya ada di sisi kiri, sedangkan bolt model tekan penahannya bermacam-macam. Ada yang berbentuk sekrup berada di atas, bawah, atau berbentuk plat kecil di sisi kanan chamber.

4. Tentukan jarak acuan

Umumnya jarak dihitung dari kaki penembak di lokasi letak senapan ke target. Besarnya jarak acuan ini bisa berasal dari rata-rata anda biasa menembak. Misal sering menembak tikus pada jarak antara 20 sampai 30 meter maka jarak rata-ratanya adalah 25 meter. Atau anda adalah seorang atlet yang mana jarak tembaknya telah ditentukan sejauh 75 meter, misalnya, maka 75 meter itulah jarak yang dapat anda gunakan sebagai acuan.

5. Pasang obyek sebagai target

Pasang sebuah obyek pada tempat sejauh jarak acuan yang telah anda tentukan tadi. Obyek ini bisa berupa apa saja. Yang cukup baik adalah kertas HVS yang diberi gambar bulatan kira-kira berdiameter 1, 5 dan 10 cm. Kenapa harus 10 cm? Karena target berukuran tidak jauh-jauh dari 10 cm. Tikus, kalong, buah mangga, besarnya sekitar itu.


Contoh gambar target
Kenapa ada yang ukuran 5 dan 1 cm? Warna-warni pula?
Yang 5 cm warna kuning untuk memudahkan saat membidik gambar target, sedangkan yang 1 cm warna hitam untuk mengevaluasi titik perkenaan peluru. Tapi di luar itu semua anda juga dapat membuat gambar target sesuai selera masing-masing.

Gambaran gambar target terlihat melalui teleskop pada jarak tertentu

6. Posisikan senapan

Letakkan senapan pada lokasi yang telah anda tentukan tadi, lalu coba anda melihat gambar target melalui GIPALS. Pastikan bagian dalam laras terlihat bersih dan pandangan tidak terhalang.

Melihat target melalui GIPALS

Dan jangan dulu mengeratkan ikatan senapan

7. Pasang dan atur posisi teleskop terhadap mata

Buka penutup knob. Pasang teleskop pada senapan dan dorong ke arah depan sejauh mungkin. Atur sikap anda dalam memegang senapan persis seperti ketika anda biasa menembak, terutama posisi tulang pipi yang menempel pada popor. Arahkan senapan/teleskop ke area terang dan polos. Paling praktis ke arah langit yang cerah biru bersih tak berawan, tapi jangan ke arah matahari karena sangat berbahaya. Lalu geser teleskop perlahan ke arah belakang mendekati mata hingga anda mendapatkan pandangan melalui teleskop yang jernih dan bulat utuh. Posisi ini umumnya pada jarak antara 6 sampai 12 cm. Tahan teleskop pada posisi tersebut. Selanjutnya adalah memutar teleskop hingga anda yakin garis vertikal crosshair/reticle benar-benar tegak lurus ke atas. Perhatikan pula bahwa sebaiknya knob untuk elevasi berada di atas dan knob untuk windage berada di samping. Setelah itu kencangkan sekrup-sekrup mounting secukupnya.

8. Atur posisi senapan

Kembali lihat target melalui GIPALS. Atur posisi senapan agar target dapat berada tepat di jalur GIPALS. Bila sudah, ikat senapan dan pastikan kedudukannya tidak mudah bergeser tanpa anda pegang.

9. Zeroing teleskop

Lihat target melalui teleskop. Gunakan knob elevation dan windage untuk “mengejar” target. Putar knob elevation dan windage hingga titik silang reticle tepat berada pada target. 

Pada gambar ini teleskop terlihat "tersungkur" karena target terlalu dekat

Pada tahap ini, apabila target dapat berada tepat pada reticle, maka hasil zeroing yang telah anda lakukan ini sulit untuk dibantah. Karena pada hakekatnya peluru yang ditembakkan pun seharusnya tepat mengikuti GIPALS, dimana GIPALS tepat mengenai target, dan reticle anda tepat berada pada target. Inilah yang disebut zeroing teleskop tanpa peluru. Selesai.

10. Koreksi mounting

Namun apabila sampai putaran knob mentok dan target tidak terkejar, coba kendorkan sekrup-sekrup mounting dan atur posisi teleskop hingga reticle dapat mendekati target. Lalu putar knob. Jika masih bermasalah maka anda dapat mencoba menukar, mengganjal atau memodifikasi mounting.

11. Belajar jarak

Apabila target sudah berada tepat pada reticle, pasang kembali bolt senapan.
Ambil peluru favorit dan terbaik yang anda miliki. Asumsinya adalah dengan peluru terbaik maka kita sudah mengurangi bahkan menghilangkan hal negatif dari peluru yang dapat mengurangi akurasi tembakan. Isi senapan dengan tekanan yang anda sukai, masukkan peluru, arahkan reticle pada target, lalu tembak. Ulangi 2 sampai 3 kali dan lakukan evaluasi titik perkenaannya. Pada saat ini seharusnya hanya ada perkenaan tepat pada atau di bawah target, karena bila semua normal dan tanpa hembusan angin maka faktor yang berpengaruh hanyalah tekanan udara pendorong dan/atau gravitasi saja. Bila memang demikian maka sekarang anda dapat memulai mempelajari titik perkenaan terkait jarak sasaran. Bila perkenaan di bawah target maka anda dapat mengkoreksinya dengan memutar knob elevation.

BERHENTIIIII... GRAAAK...
ISTIRAHAT DI TEMPAAAAT... GRAAAK...

Pemahaman Umum

_____Sebenarnya tulisan berikut ini salah tempat karena berada di belakang bahasan utama. Tapi nggak pa pa.. siapa tau ada yang mau baca untuk tambah-tambah kerjaan.. 
_____Mulai dengan yang tidak nyambung. Seperti yang kita semua tahu, pada sebuah kota umumnya terdapat titik nol. Titik nol sebuah kota adalah sebuah titik khusus yang digunakan sebagai titik tetap acuan untuk geometri ruang sekitarnya. Sebuah senapan juga memiliki titik nol, yaitu berada di titik tengah lingkar lubang laras.  Apabila titik tengah lingkar lubang laras ini ditarik sejajar dan dengan panjang yang sama dengan laras maka inilah yang disebut as laras, dan apabila as laras ini diperpanjang hingga keluar laras maka inilah yang disebut sebagai garis imajiner perpanjangan as laras senjata, disingkat GIPALS, seperti yang sudah disinggung di awal tulisan ini. Dan pada saat anda membidik target, sejatinya adalah anda sedang berusaha mengarahkan GIPALS kepada target.
_____Sekedar berbagi saja dan tidak ada salahnya kita mengenali apa itu teleskop secara umum. Untuk memudahkan penembak membidik sasaran, alat yang nyaman (dan sering dianggap keren) saat ini adalah teleskop. Batang teleskop umumnya adalah sebuah silinder metal yang di dalamnya terdapat lensa-lensa. Pada bagian luar teleskop berkualitas bagus (dan biasanya mahal) terdapat bagian-bagian untuk mengatur posisi lensa guna mendapatkan pandangan yang jernih dan fokus. Knob pengatur windage dan elevation tidak termasuk sebagai pengatur lensa. Teleskop pada masa sekarang kebanyakan terbuat dari aluminium dimana bahan ini memiliki bobot yang ringan, tahan lama dan anti karat.
_____Bagian depan teleskop yang berbentuk melebar adalah untuk mengakomodir keberadaan lensa objektif, dan bagian ini disebut objective bell. Sedangkan bagian belakang teleskop yang juga melebar namun umumnya tidak lebih lebar dari bagian depan merupakan tempat terpasangnya lensa okular dan disebut sebagai ocular bell.


_____Bagian tengah, yaitu bagian di antara objective dan ocular bell disebut sebagai the main body tube atau untuk mudahnya kita sebut saja batang utama. Pada bagian inilah terpasang cincin mounting yang berperan memegang teleskop pada senapan. Anda harus tahu ukuran batang utama bila ingin memodifikasi mounting teleskop.
_____Pada batang utama teleskop terdapat dua atau lebih knob untuk pengaturan. Saat teleskop telah terpasang pada senapan, biasanya knob elevasi diposisikan di atas dan knob windage di sisi kanan. Seringkali knob-knob tersebut dilindungi dengan tutup, sehingga anda perlu membuka tutup tersebut untuk dapat menggunakan knob. Untuk memutar knob pun kadang bisa langsung dengan tangan, namun ada juga yang memerlukan obeng atau benda semacam koin pipih.
_____Selain knob pengaturan elevation dan windage, pada teleskop dengan kualitas tertentu ada lagi tiga macam pengaturan utama. Yang pertama adalah cincin power. Biasanya cincin ini terletak tepat di depan ocular bell dan berfungsi sebagai pengatur luar bagi lensa pembesar di dalam teleskop. Yang kedua adalah cincin fokus okular di belakang ocular bell, yang bila diputar akan lebih memfokuskan reticle. Dan yang ketiga adalah pengaturan parallax, yang memungkinkan untuk memposisikan reticle dan target selalu dalam posisi yang tetap. Teleskop berbeda dengan set pisir. Teleskop hanya punya satu alat pembidik yaitu reticle, sedangkan set pisir punya dua bagian, yaitu pisir di belakang dan pejera di depan. Terutama karena hal inilah pengatur parallax diperlukan. Pengatur parallax inilah yang kadang-kadang berupa knob yang terletak di sisi kiri batang utama, atau di kanan, sedangkan knob windage di kiri, atau sering juga berupa cincin putar yang terletak pada objective bell. Beberapa teleskop dengan kualitas lainnya tidak memiliki cincin power dan fokus okular, dan parallax-nya adalah jenis pre-set yang berarti sudah dipasang mati dari pabriknya.
_____Mengenai parallax, yang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia ditulis paralaks, artinya adalah perubahan semu pada arah suatu benda yang disebabkan oleh perubahan letak pemandang. Dan bila masih bingung memahaminya, kira-kira adalah seperti ini; cari sebuah obyek kecil kira-kira sebesar telur ayam pada jarak 10 meter di depan sana. Lalu sediakan sebuah benda, bisa jari telunjuk anda sendiri, atau bisa juga semacam pensil, dengan ujung runcing berada di atas. Letakkan ujung runcing di depan mata kanan anda (mata kiri merem), berjarak kira-kira 15 cm dari mata, lalu posisikan obyek sebesar telur, ujung runcing dan mata (kanan) anda tepat segaris. Kemungkinan besar obyek sebesar telur akan tertutup oleh si ujung runcing. Lalu, gerakkan kepala anda ke samping kanan misalnya, maka si ujung runcing seakan-akan bergerak ke kiri, demikian sebaliknya, juga bila kepala anda bergerak ke atas dan ke bawah, si ujung runcing seakan-akan bergerak berlawanan dengan gerakan kepala anda. Anggap obyek sebesar telur adalah target tembakan dan si ujung lancip adalah reticle, maka dengan kondisi ini anda harus selalu mencari posisi mata yang tepat terhadap teleskop. Hal ini bukanlah sesuatu yang mudah untuk dilakukan dan untuk itulah fungsi dari pengaturan parallax.  Apabila parallax telah diatur dengan baik, maka ketika anda gerakkan kepala kanan kiri atas bawah, gerakan yang tidak berlebihan tentunya, maka si ujung runcing akan selalu menutupi obyek sebesar telur tadi, atau dengan kata lain reticle akan selalu tepat dengan target tembakan.
_____Terkait dengan fungsi teleskop, kadang-kadang secara tidak sadar orang mengira bahwa memutar knob pada teleskop adalah mengatur titik perkenaan peluru. Padahal peluru melesat (seharusnya) mengikuti GIPALS dan sama sekali tidak ada kaitannya dengan teleskop. Inilah true dead center anda, titik nol anda yang sebenarnya. Ini adalah suatu titik yang harus dikejar baik oleh peluru yang melesat maupun oleh reticle teleskop. Anda tidak bisa menyetel laras karena itu bagian yang tetap dari senapan. Yang bisa dilakukan hanyalah menggeser posisi reticle pada teleskop.
_____Reticle adalah titik bidik ketika anda melihat melalui sebuah teleskop. Reticle tidak menunjukkan dimana titik perkenaan peluru. Ketika anda melakukan pengaturan itu berarti anda menggeser reticle menuju titik perkenaan peluru, sehingga sebelum menembak anda dapat memperkirakan dimana titik perkenaan peluru berdasarkan kedudukan reticle.
_____Bagi para penembak yang lebih teliti tentang satuan, pengaturan pada knob windage dan elevation umumnya menggunakan satuan MOA (minutes of angle) atau MIL (miliradian), dimana sekali lagi itu hanyalah suatu bentuk pengukuran. Banyak penembak yang merasa lebih nyaman menggunakan satuan MOA karena dianggap lebih akurat. Jika anda menemukan sebuah teleskop dengan ukuran ¼ MOA, berarti pada teleskop tersebut setiap klik akan menggeser reticle ¼ inci per 100 yard, ½ inci untuk 200 yard, 1 inci untuk 400 yard, demikian seterusnya. Konversi satuan yard adalah 1 yard = 0,914 meter, dan  1 inci = 2,54 cm. Contoh penggunaan satuan MOA adalah bila sasaran berjarak 100 yard dan anda ingin "menaikkan" titik perkenaan peluru sebesar ½ inci, maka anda harus memutar knob sebanyak 2 klik naik. Pengaturan dengan MIL sebenarnya mirip dengan MOA. Untuk tiap klik MIL adalah 1/3 inci per 100 yard.

...selamat ngejrett, semoga saksesss...

Monday, July 30, 2018

Sepeda Onthel Kekinian


ONKI STYLE
Onta Kekinian


-Pertengahan Februari 2018-

Si Onki sedang berteduh di tempat yang empuk eyuuup...

____Sepeda onta ini dulunya milik Simbahnya istri.
____Ceritanya pas sowan lebaran 2016 di rumah Simbah di Moyudan, kulihat sepeda model dames seperti ini ada 2 buah, kedua-duanya dalam kondisi tidak sehat, teronggok merana karena (sangat) lama tidak dipakai. Kotor pasti.. ban bocor semua (karena pecah-pecah, gembos dalam waktu lama), permukaan cat dijangkiti karat nan lebat.
____Iseng kuperiksa komponen pendukung operasionalnya... lengkap. Artinya sepeda ini bisa dipakai tanpa harus mengalami major repair.
____Dan ternyata sepeda yang satu hub belakangnya model coaster brake (istilah umumnya torpedo) merek “favourite”. Sesuai seleraku yang menganut paham sepeda wireless alias tanpa kabel atau minim kabel, atau nggak suka terlilit kabel, apalagi utang..
____“Eh... sepeda model dames ya”.
____“Waaah... cocok nih kalo buat ke masjid”, pikirku. Karena kalo ke masjid kan seringnya pakai sarung, jadi sepeda model gini emang pas, nggak ribet.
____Selang beberapa lama (mungkin satu bulan berikutnya), Lik Yanto (adiknya ibu mertua, putranya Simbah pemilik sepeda) yang tinggal satu komplek dengan Simbah mampir ke rumahku. Ingatanku ke sepedanya Simbah muncul..
____“Lik, pit jowone Simbah nika asring diagem mboten to? (Om, sepeda kumbangnya Simbah itu sering dipakai nggak to?). Ini pertanyaan nggak mutu. Sudah tau nggak pernah dipake..  eeee.. masih tanya juga..
____“Aa.. ora tau dienggo, kana pek en wae..”, jawab Lik Yanto. Sebuah jawaban yang sangat indah dan menghanyutkan, sekaligus menimbulkan harapan.. haiyyaaaa..
____Singkat cerita aku dan istri lalu nembung ke Simbah Kakung owner para onta, dan Simbahpun dengan penuh semangat memberikan sepedanya buatku. Bahkan Mbah Putri ikut ngendika,
____“gowonen kabeh wae po kono, nang kene yo ming bobrok nganggur jee..”.
____Mbah Kakung menimpali, “ho o kono..”
____“walaah mboten Mbah, setunggal mawon mboten telas niki..”
...dan Si Onta pun kubawa pulang ke Godean, sambil seakan diiringi  theme song-nya The Magnificent Seven. Bedanya, mereka naik kuda di Amrik sono sedangkan di sini naik onta, Si Onta paringanipun Simbah.

* * *

Nyaman sesuai harapan

north road handlebar
            
____Si Onta yang harus segera berdinas pun masuk ruang terapi.
____Ban depan belakang (harus) ganti baru. Karena memang sudah nggak bisa dipakai. Pengennya cari yang model white wall, tapi nggak ada. “Sedang langka Mas”, kata penjual ban. Akhirnya pakai yang warna hitam biasa. Tadinya ditawari yang warna kuning, yellow wall, tapi kok nggak sreg...
____Setang dipilih model north road handlebar atau moustache yang lazim terpasang di sepeda jengki. Alasannya sederhana, nyaman, tetap enak dilihat, dan yang terpenting tinggal ambil, lha wong selama ini sudah terpasang di fixie yang lama nginep di gudang.
____Komponen yang dirasa tidak perlu dipensiunkeun semua. Perangkat rem, lampu berikut dinamo, dan tak lupa bagasi. Ini sesuai dengan seleraku sebagai penggemar sepeda simple bin trondol.
____Lalu sepeda dibersihkan. Dilumasi.
____Lalu dicoba.
____Kayuhannya ringan. Mungkin karena rantai dan as-as nya sudah terlumasi kembali.
____Rem torpedonya masih pakem, jan mak sreett..
____Setang moustache-nya memberikan posisi punggung yang sangat ideal. Posisi tangan pun sangat natural, serasa tidak bekerja,  angler...
____Sadel...? sesuai penilaian masyarakat umum, puinuuuk... nyuuamaaan... Yang pasti lebih nyaman dibanding sadel yang biasa terpasang di MTB atau sepeda keluaran baru lainnya. Khusus mengenai sadel ini, bahkan seorang pawang sepeda yang sudah sepuh (masih saudara juga, Pak Dhe), naksir kulit sadelnya. Bagus katanya.
____Secara umum sepeda ini memang nyaman bingits...

***

Mawas diri

____Pagi itu sang onta akan menjalani tugas nan penting. Beli bubur khusus untuk Ndoro Putri yang lagi lucu-lucunya.
____Rute dipastikan ngidul sejauh 2 km. Ke Pasar Menulis. Ternyata The Bubur Seller ora dodol...
____Immediate alter heading ngalor, direct to Godean Market. Menjelang tanjakan Tegalsari ambil ancang-ancang. Aku fokus di pedal. Kucoba mempraktekkan teori ngonthel yang kubaca di internet. Anda tahu tanjakan Tegalsari itu seperti apa? Beeuuwwwh... Tapi akhirnya lulus juga uji tanjakan itu dengan predikat cumlaude. Ngaruh juga teori itu walaupun nafas ngos-ngosan akibat lama nggak ngonthel itu tadi. Sepanjang jalan ke Godean sesekali kujumpai rombongan pesepeda. Rata-rata pakai MTB keluaran baru, lengkap dengan aksesoris selayaknya goweser masa kini. Satu yang paling bikin kemrungsung adalah bahwa mereka, dengan MTB-nya, memang kompeten untuk melalui berbagai kontur jalan. Sepeda mereka dilengkapi derailleur. Variasi kecepatan mereka mumpuni untuk melahap tanjakan, berakselerasi selepas lampu merah, atau ngebut di trek lurus nan mulus. Semua bisa diatur.
____Lha trus seandainya, ini seandainya... si Onta paringanipun Simbah ini suatu saat mau ikut pit-pitan bareng-bareng dengan sepeda lainnya yang ber-derailleur? Rak malah ming tobat le ngoyak kancane. Susah ngimbangi sepeda lainnya. Di jalan lurus? Teman lainnya bablasss duluan... belum di tanjakan, wadeewww...
____Cerita lulus tanjakan tadi kan cuma di Tegalsari. Tanjakan ringan dan cuma sendirian pula, tidak harus menjaga kebersamaan dengan pengonthel lainnya. (Untuk pertanyaan “Anda tahu tanjakan Tegalsari itu seperti apa?”, jawabannya adalah “ringan”).
____Si Onta, veteran medan laga masa silam, sepertinya harus masuk training camp untuk dapat kembali beraksi di zaman now.

***

Fungsi adalah keharusan, style adalah kewajiban

____Sepeda bagi pemiliknya memiliki banyak kemiripan aspek dengan pakaian. Harus memberikan manfaat baik fisik maupun psikis, materiil dan non materiil, jiwa dan raga, hitam dan putih (yang warna hitam kalau dicat putih ya jadi putih, begitupun sebaliknya), lahir dan batin, dan sebagainya dan sebagainya.
____Pun demikian dengan Si Onta ini. Secara fungsi harus memberikan kesejahteraan (baca : kenyamanan) yang luar biasa saat dikendarai. Bukan kesejahteraan semu yang sering didengung-dengungkan oknum jurkam. Bukan pula kenyamanan imajinatif, yaitu ngakunya nyaman padahal cuma karena sepedanya baru dan muahaal, sedangkan batin tertekan, bokong ngilu plus pundak serasa mau runtuh. Belum lagi urusan style sepeda untuk pemenuhan kebutuhan jiwa. Untuk yang satu ini susah diterangkan, yang jelas, komponen yang boleh ada di sepeda hanyalah yang penting-penting saja. Yang kurang penting diharap minggir. Pokokmen gitu lah..anda tau sendiri.
____Si Onta pun pasang kuda-kuda, si kuda pasang onta-onta..

***

Mulai dari yang dirasa paling mendesak : transmisi


https://en.wikipedia.org/wiki/Derailleur_gears

Sesuai kata-kata bijak “apalah artinya sepeda onthel tanpa mengonthel”, maka urusan onthel-mengonthel menjadi jiwa sepeda onthel. Karena tanpa diontheli maka sepeda onthel tidak akan terontheli. Serasa mati. Tanpa jiwa. Rusak. Terkonthel-konthel di gudang. Pengonthelnya pun jadi malas beronthel-onthel lagi. Bagaikan lingkaran setan memang urusan pengonthelan ini.

____OK.. mari kita sudahi omongan peronthelan ini dan kembali ke pokok bahasan.
Transmisi menjadi titik awal perombakan.
Selancar sana selancar sini di samudera kawruhnya Mbah Gugel.
____Derailleur? Mengganggu penampilan, karena akan ada banyak kabel. Apalagi kabel si derailleur ini pasti minta teman yaitu kabel rem, di samping si derailleur itu sendiri juga membuat penampilan sepeda jadi kurang simple. Urusan rem dicari model coaster brake, yang mekanismenya tanpa kabel. Setelah belajar sama Pak Dhe Sheldon Brown (di internet) akhirnya terpilihlah Shimano Nexus 7 speed internal gear with coaster brake hub (panjang amat namanya, aku sendiri ampe bingung...). Jadi nanti di sepeda ini hanya akan ada 1 utas kabel saja yaitu kabel shifter.
____Dengan “ditemukannya” si nama panjang tadi (Shimano Nexus 7 speed internal gear with coaster brake hub) masalah fungsi dan kenyamanan sepeda teratasi 95 persen. Yang 5 persennya lainnya, yaitu reparasi ulang dan make up tinggal diserahkan pada achlinya masing-masing.
Kabel shifter menyelinap masuk di downtube
____Menganut istilah kekinian, maka Si Onta ini diarahkan untuk bisa tampil bak artis zaman now tapi masih menyisakan unsur senioritas (baca : tua). Dalam hal ini warna memegang peranan penting. Kembali liat-liat di galeri Mbah Gugel, didapatlah kombinasi warna fender motor antik lalu kususun komposisi hitam dan abu-abu (titanium) metalik dengan lis di antara keduanya berwarna emas. Untuk karya mewarnai ini eksekutornya adalah Mas Plenthis si jago ngecat. Di bengkel cat ini sekalian mengerjakan modifikasi kettingkast, yaitu dari yang tadinya model full dibelah menjadi setengahnya saja. Juga membuat lobang pada downtube dan chainstay agar sebagian kabel shifter dapat menyelinap di dalam rangka.

Kabel shifter keluar dari chainstay
____Kelar urusan warna Si Onta beranjak ke tahap perakitan. Pekerjaan ini dipercayakan ke bengkel sepeda Mayasari. Bengkel ini juga sudah menjadi mbat-mbatan urusan sepeda onthel paling tidak sejak tahun 1993 silam. Kala itu Si Ontopos yang pengen ganti jeruji roda depan. Selain onderdil komplet, Mas dan Mbak owner bengkel ini enak diajak konsultasi seputar kesehatan sepeda. Terutama unsur kenyamanan ini yang membuatku memilih untuk memasang si nama panjang di bengkel ini. Menurut dugaanku, masih jarang bengkel sepeda di sekitar Godean yang pernah menangani model hub seperti itu. Jadi seandainya nanti ada kesulitan maka dengan komunikasi yang baik masalah dapat terpecahkan. 

***

Sudut pandang baru

____Sore itu sepulang kerja, selepas ashar, rencananya adalah membawa pulang Si Onta. Sedikit mengobrol dengan Mas Bengkel mereview perakitan Si Onta, ditarik kesimpulan akhir bahwa Si Onta siap bertugas. Selama proses assembly tidak ada kendala berarti. Semula kupikir akan ada masalah pada tab washers atau kita sebut saja ring anti putar yang berguna untuk mengunci as roda agar tidak berputar. Ring tersebut dirancang dengan sudut-sudut tertentu sebagai pilihan yang disesuaikan dengan model dropout atau celah as roda pada rangka sepeda yang umumnya miring, bukan mendatar seperti pada rangka Si Onta. Tapi ternyata pada hal ini tidak ada masalah. Mas Bengkel bilangnya oke oke saja.., dan ternyata memang oke. Pengujian semua posisi gear tidak ada masalah. Indikator posisi gear berada tepat di angkanya masing-masing. Rem coaster brake nya bekerja selayaknya rem torpedo pada umumnya. Memang mahir Mas Bengkel ini.
____Sampai di rumah kuperhatikan lagi kondisi Si Onta. Tidak ada masalah. Satu-satunya hal yang kurasa belum pas adalah masalah penampilan. Apalagi kalo bukan kabel. Kali ini adalah bentuk lengkungan kabel di depan setang yang terlihat piyeee gitu. Terlalu mblendhuk. Kurang matching. Kurang luwes. Tapi itu nanti saja. Dibenahi sambil jalan. Sekarang yang penting Si Onta ini sudah sesuai gambar rancangan semula. Sudah lebih pede untuk ikut (ikutan) bersepeda ria bersama teman-teman. Lebih pede untuk melibas tanjakan Tegalsari yang sempat membuat gentar pembaca tulisan ini xi..xi..xi..
____Kinerja si nama panjang cukup memuaskan. Kesan pertama saat mencoba seperti mendapat kejutan. Bisa-bisanya Si Onta rasa genjotannya seperti itu. Boleh dibilang overall range girnya komplit, dan efisiensi dari hub tersebut - untuk sebuah sepeda tua dan aktivitas non ekstrim – tidaklah terlalu buruk dibandingkan model derailleur. Mekanisme pemindah gigi terlihat cukup terlindung dimana hub ini menggunakan semacam ring pemutar yang ditarik kabel shifter dan berada di sisi dalam rangka sepeda. Dengan sistem seperti ini maka tidak ada bagian yang menonjol di sisi luar rangka sepeda seperti yang umum terdapat pada sistem derailleur atau bahkan hub dengan gir internal model lainnya.   
____Sekarang tiap kali Si Onta bertugas mengantarku kesana kemari, yang terasa adalah bahwa dengan menggunakan sepeda ini hadir sudut pandang baru terhadap dunia pengonthelan. Gaya Si Onta ini kuanggap sebagai alternatif bagi mereka yang mempunyai pemikiran sama, yaitu bersepeda dengan nyaman namun dengan effort yang tidak terlalu ontaism. Tidak terlalu ngoyo. Bahwa bersepeda di masa sekarang ini masih bisa dilakukan dengan kenyamanan sepeda tempo doeloe namun dengan rasa genjotan zaman now, era kekinian. Sehingga wajar pula jika kusebut penampilan Si Onta tua ini sebagai gaya Onta Kekinian, Onki Style.

***

Comments

“Wah kok bagus ini sepedanya Mas, klo ada yang minat trus gimana?” (padune dia itu sendiri yang minat, padahal sepertinya cuma suka dengan kombinasi warna cat nya)
“Sepedanya antik Mas” (mungkin maksudnya “tua”)
“Hub kaya’ gitu harga berapaan?” (nggak nanya performa sepeda, tapi nanya harga si nama panjang)
Iki ki pit sing endi e?” (ekspresi wajah bengong, pangling dengan penampilan sepeda)
Pit ming angel le ngerem wee” (ini kata anakku wedok, cuma alasan dia aja supaya nggak disuruh sekolah dengan sepeda onthel)
Pit opo kuwi?” (malah tanya merek sepeda)
Kok gedhe banget?” (sambil nunjuk ke arah si nama panjang)
“Nggak bikin pegel.. (ini kata istriku, sangat obyektif, sesuai keadaan sebenarnya)
“?!$@#&%^<x*?????” (ekspresi wajah beberapa orang sambil meringkas jarak kedua alis)
“?????” (ini mungkin komentar Simbah seandainya beliau melihat sepedanya dulu. Tapi sampai kubuat tulisan ini Si Onki belum pernah kutunjukkan ke Simbah)

Maturnuwun

***
           

Monday, August 17, 2015

BANJIR, MENGAPA TERJADI?

Oleh : Kudhung Sarung



            Banjir. Itulah yang terjadi di Jakarta awal tahun 2013 silam. Hal yang mungkin “sedikit” memalukan bagi sebagian orang di republik ini mengingat Jakarta adalah ibukota negara. Repot dan menjengkelkan tentunya, bagi sebagian besar warganya. Banjir di ibukota ini cukuplah menjadi gambaran tentang betapa susahnya bila banjir melanda. Mulai dari terhambatnya aktifitas masyarakat, ancaman penyakit hingga presiden yang musti rela gulung celana. Tapi pernahkah terpikir oleh kita tentang asal-usul banjir ini? Mari kita coba pikirkan dengan nalar yang semurni-murninya, dengan niat yang suci untuk mencari akar permasalahan tentang banjir, untuk kemudian mengakui bahwa yang benar adalah benar dan yang salah adalah salah, agar kita semua tahu tentang bagaimanakah cara mencegah banjir dengan benar. Merdeka...!!!, eh... tapi masalah nanti para penguasa bersedia membuat kebijakan untuk mengatasi banjir secara benar atau tidak, itu tentu sesuai selera mereka, ya toooh...??!! satujuuuu...
            Sebelum kita ndobos lebih lanjut, marilah buat kesepakatan tentang kata “banjir” itu sendiri.  Kalau menurut saya, ini menurut saya lho.. (tapi anda harus sepakat) pernyataan tentang banjir itu sangat subjektif. Tergantung siapa yang menyatakan. Untuk lebih mudahnya, kita lihat dari sudut pandang manusia sebagai subjek yang menyatakan. Apabila terdapat sebuah genangan air yang tidak berada di tempat yang semestinya, namun tidak sampai mengganggu (atau mengganggu tapi sedikit) kegiatan manusia, maka cukuplah kita sebut genangan. Tapi apabila genangan itu mengganggu hajat hidup manusia, maka itulah yang disebut banjir. Yang terakhir itu bolehlah disebut dengan rob, air pasang, air bah, atau sebutan lainnya sesuai kekhasan di berbagai tempat.
            Setelah kita sepakat mengenai istilah di atas, monggo kita lanjutkan pada waktu terjadinya banjir. Di beberapa tempat di dunia ini ada yang namanya banjir musiman. Untuk yang demikian ini masyarakat relatif enjoy menghadapinya. Yang mau berangkat kerja ya kerja, yang mau sekolah ya tarik maaang..., enjoy lah, karena mereka sudah mengantisipasi banjir jenis ini, sudah hafal jurusnya. Terganggu sih iya, tapi kegiatan jalan terus. Yang biasanya naik mobil mewah ganti pakai kapal pribadi. Yang mahir geber motor jadi luwes ayun dayung. Tentara yang lazim pake MBT, kali ini gagah nangkring di atas tank amphibi. Odong-odong mas? Nggak laku.. soalnya pasti klelep juga, dan sebagainya dan sebagainya.
            Lalu bagaimana dengan banjir non musiman, tapi Mujiman? Lhadalah... ngeledek, wong nama saya Namijum. Itu mah dibalik... bingung, cape’ dueeeckh... haiyyaaaaa...
OK.. OK..
Untuk yang banjir non musiman atau tak terduga, biasanya yang dapat musibah emang sengsara betul. Banjir jenis ini bisa berasal dari air hujan yang super dueres en lama, atau bisa juga dari gagalnya fungsi fasilitas buatan manusia. Di Jakarta pernah terjadi yang seperti ini. Jebolnya tanggul Situ Gintung beberapa tahun lalu contohnya. Efeknya dahsyat. Bayangkan orang lagi enak-enak bobo’, eh.. klelep. Atau misalnya anda sedang nikmat nyeruput Kopi Luwak (asli) yang rasa dan harganya tiada tara, tiba-tiba air bah melanda, masuk di cangkir bercampur dengan kopi nan nikmat, padahal tuh bibir dah monyong ke cangkir... sluurrrph... HUEEKKHHH.. bwueh.. bweh.. Duh, sial nian. Belum lagi kalau sampai harta benda hanyut, jiwa melayang.
            Itu banjir dipelototin dari sudut waktunya. Lalu dari sudut yang lain, semisal lokasi-lokasi tertentu yang secara geografis (atau apalah istilahnya) memang berpotensi akan terjadi banjir. Sebagai contoh adalah daerah aliran sungai (DAS). Wilayah DAS ini berpotensi dilanda banjir lebih besar dibanding tempat lainnya. Kenapa bisa? Ya karena berada di sepanjang aliran sungai, atau sepanjang lembah sungai. Jadi saat sungai meluap maka daerah ini akan tergenang, dan disebut sebagai banjir. Banyak DAS di dunia ini yang memiliki siklus banjir secara alami, mengikuti tinggi rendahnya curah hujan yang terjadi. Pada saat musim penghujan dengan curah yang tinggi, maka di DAS tersebut akan terjadi genangan. Bila DAS itu tidak dihuni manusia maka masih belum disebut banjir. Kenapa? Karena tidak mengganggu hajat hidup manusia. Hal ini mirip dengan keadaan banyak pulau-pulau kecil kosong tak berpenghuni yang timbul tenggelam seiring pasang surutnya air laut. Saat air laut pasang maka pulau kecil tersebut akan tenggelam, tapi tidak akan ada yang mengatakan bahwa pulau itu kebanjiran kan??!! Nah... mungkin juga dulunya saat manusia belum banyak, DAS yang punya jadwal banjir musiman itu tidak berpenghuni. Trus, saat manusia makin banyak, makin butuh tempat, dan pas nggak ada genangan, ada orang datang liat-liat deh.. “Eh, ini tempat bagus buat real estat en kawasan bisnis, mau gue kasih nama STRES”, begitu gumamnya. Dengan kepiawaian lobi sana-sinu, keluar deh ijin pembangunan. Trus nggak lama kemudian muncul celoteh iklan di media, tentang “STRES, kawasan pemukiman dan bisnis siap huni, dengan pemandangan sungai yang elok menghanyutkan, fasilitas komplit, hanya 5 menit ke pusat kotaNG (dalam dongeng ini nama kotanya emang NG, singkatan dari Nieuw Gakarta, itu cuma lupa spasi doank), cocok untuk investasi, khusus hari ini diskon 50%, ayo buruan beli, tinggal 5 biji.... dan bla bla bla blek blik bluk klonthank tlebug!!!!”.
Laluuuuuuu.... setelah pembangunan selesai, fasilitas lengkap, banyak penghuni, kegiatan bisnis lancar, datanglah musim hujan dengan curah yang tinggi.
            Mula-mula para penghuni cuek dengan berita di media bahwa “ketinggian air di pintu air A (Atulampa) melonjak sekian ratus centimeter, masyarakat di sepanjang DAS harap waspada!”. Lalu breaking news, “genangan air mulai memasuki kawasan elit STRES (Special Terrain for Residence and Economic Society – namanya juga kawasan elit, biar ngawur nyang fenting Engglis boo’). Itu para tuan penghuni mulai deh atur sana-sini, perintah mbok bibi emban PRT supaya amankan harta benda.
            “..naik ke loteeeng...!”
            “amankan muataaan, bajak laut mendekaaat... pasang layaaaaar..”
Lalu, semua jadi sibuk.
Presiden sibuk (gulung celana).
Menteri sibuk berkoordinasi, wakil rakyat sibuk sidak (kalau perlu sekalian cermati potensi suara untuk pemilu berikut), Pak Lurah, RT, RW, aparat, sibuk menyalurkan bantuan (kalo nyang beginian mah sibuk beneran, kerja beneran, dalam arti sebenarnya..) 
Para PRT pun sibuk (ini juga sibuk kerja beneran..).

Lalu.. semua sibuk bikin pernyataan di media, dengan teori masing-masing, tentang “bagaimana seyogyanya agar banjir tidak terjadi lagi”.
Tapi umumnya tidak sadar, bahwa banjir juga butuh berekspresi, butuh tampil, butuh diapresiasi, pada tempat dan saat nya yang memang sejak dulu di situ, begitu.

Dan, tadi itu tentang kenapa banjir dari sudut waktu dan lokasi.
Dari sudut yang lain? Penyebabnya?
Mari kita renungkan...

* * *
            “saudara, berikut ini adalah laporan langsung dari kawaan elit STRES, dimana ketinggian banjir saat ini mencapai 2 meter.” Dan untuk mengetahui pendapat warga, kita tanya langsung kepada seorang warga STRES ini”.
            “selamat siang bapak.”
            “ya, selamat siang.”
            “emm.. kalo boleh tau kira-kira apa penyebab banjir ini sehingga luapannya sedemikian tinggi pak?”
            “jelas ini karena sungai meluap, bagusnya sungai itu ditanggul saja, pemerintah tidak peka siiih..”
            “oo.. iya pak, terima kasih pak”.
* * *